Posted by : ELIZABETH T Senin, 28 April 2008


PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN UNIV. JAMBI

GELAR SEMINAR NASIONAL di LPMP, 05 April 2008



Gedung LPMP Jambi pada tanggal 05 April 2008 pagi itu dipadati sekitar 300 peserta seminar Nasional yang sebagian besar para praktisi pendidikan di propinsi Jambi. Seminar bertemakan “Pengembangan Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Konteks KTSP dan KBK ini diselenggrakan oleh Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Universitas Jambi bekerjasama dengan Depdikbud.

Atas dasar kepedulian terhadap adanya pelaksanaan kurikulum KTSP di sekolah maupun KBK di Perguruan Tinggi maka seminar ini diselenggarakannya dengan tujuan para peserta dapat:
Mempunyai wawasan keterkaitan TIK dengan reformasi kurikulum pendidikan
Mempunyai wawasan peran TIK dalam pendidikan dalam upaya peningkatan mutu di daerah.
Meningkatkan keterampilan bagi para guru dan dosen dalam memanfaatkan TI dalam pendidikan di sekolah dan Perguruan Tinggi.


Seminar yang diprakarsai dan diketuai oleh Prof. Sutrisno, PhD guru besar ilmu kimia di Universitas Jambi ini menghadirkan narasumber utama yaitu Dr. Laksmi Nur Harini, S.E, M.Sc dari Jakarta yang membawakan tema tentang Kajian Kebijakan, Konsep dan Aplikasi TIK untuk Pendidikan. Sedangkan narasumber internal adalah Dr. M. Rusdi, MSc yang membahas tentang Permasalahan dan Tantangan Penerapan TIK sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan di Daerah. Sementara Implementasi Pembelajaran Berbasis TIK dibawakan oleh guru dari SMA Xaverius 1 Jambi, Elizabeth T, S.Si dan sesi ditutup oleh presentasi dari Drs. Damris, M.Sc, P.h.D mengenai Pembelajaran Berbasis TIK; Peranan Guru Potensi dan Tantangan Implementasi Dalam Pembelajaran.
Garis besar isi seminar merujuk pada dunia pendidikan kita yang memang telah memasuki era otonom, salah satu bentuk desentralisai pendidikan terhadap pengelolaan pendidikan adalah dengan diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan KTSP, guru diberi kebebasan untuk berinovasi dalam pembelajaran. Guru perlu merancang dan melaksanakan berbagai bentuk atau model pembelajaran yang terkait dengan pemanfaatan TIK untuk mengembangkan silabus mata pelajaran yang hendak diajarkan. Guru harus keluar dari kultur kerja yang konvensional menuju pada kultur kerja yang kontemporer. Intinya, pengembangan KTSP dilakukan berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya (student’s centered learning). Pendidikan harus bertujuan mengubah perilaku yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap anak didik sehingga outcome pendidikan mampu menjawab kebutuhan dunia kerja.Pendidikan Memasuki Era Informasi dan Komunikasi


Memasuki era informasi sejak tahun 2000, dengan adanya platform UNESCO, suatu organisasi internasional yang mengemban tugas mengembangkan dunia pendidikan dan kebudayaan, mencanangkan empat tahapan dalam mengimplementasikan TIK dalam proses pembelajaran, yaitu:
1. Emerging; menyadari pentingnya TIK untuk pendidikan;
2. Applying; mulai menjadikan TIK sebagai obyek yang harus dikuasai/dipelajari.
3. Integrating; menjadikan ICT sebagai media semua materi pembelajaran.
4. Transforming; menjadikan ICT sebagai katalis pembaharuan pembelajaran;


Menyadari level penerapan TIK di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain khususnya di kawasan Asia Pasifik yaitu Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan Philipina. Dalam hal ini penerapan TIK dalam proses pembelajaran di Indonesia menurut UNESCO, masih pada level ”applying” atau dengan kata lain masih dalam tahap “Learning to Use ICT” sebagai bukti dengan dijadikannya TIK sebagai mata pelajaran wajib di SMA sejak tahun 2005. Berdasarkan hal di atas maka perlu adanya usaha-usaha yang bertujuan agar kita beranjak dari tahapan sekarang menuju ke tingkat integrasi TIK sebagai media pembelajaran yang digunakan dalam proses KBM di sekolah. Hal ini berdasarkan pernyataan PBB yaitu “Untuk membangun “21st century skills” yaitu technology and media literacy; effective communication; problem solving/critical thinking; dan collaboration, memerlukan penerapan TIK yang terintegrasi dalam proses pembelajaran.


Sebagai acuan, kita perlu melihat seberapa jauh kelompok negara yang telah menerapkan TIK dalam dunia pendidikan sampai pada level transforming misalnya negara-negara seperti Australia, Korea Selatan dan Singapura. Adanya konektivitas, penetrasi TIK, sebagian besar kelas yang telah dilengkapi dengan komputer dan peralatan TIK lainnya, perbandingan siswa:komputer yang tinggi; akses internet ke seluruh sekolah merupakan bukti tingginya penetrasi TIK ke dalam dunia sekolah. Adanya kebijakan TIK secara nasional oleh menteri pendidikan yang didukung oleh dana yang akan mengefektifkan pelaksanaan hal ini.


Negara-negara tersebut juga telah merevisi kurikulum dan mengintegrasikan TIK ke dalamnya. Bertambahnya pembelajaran on-line dengan e-Learning menambah luasnya konektivitas terhadap internet. Pengembangan keprofesionalan sumber daya manusia khususnya guru merupakan bagian dari program TIK di negara maju misalnya dengan pemberian insentif pada para pendidik, guru, kepala sekolah, instruktur dan tenaga administrasi yang mengikuti pelatihan-pelatihan TIK. Pelatihan ini juga mengembangkan keterampilan guru dalam melakukan pembelajaran online, mengembangkan web, berpartisipasi di SchoolNet dalam komunikasi dan diskusi, telekonferensi serta telekolaborasi.


Data yang tercatat dalam website TIK untuk Pendidikan mencantumkan ada 17 negara yang telah memulai penggunaan TIK dalam dunia pendidikan. TIK telah terintegrasi sepenuhnya dalam sekolah dasar pada pembelajaran bahasa Inggris, Matematika, Sains, Seni, Kesehatan dan Pendidikan Fisik, Bahasa, Sosial dan Lingkungan. Di tingkat menengah, TIK terintegrasi ke dalam berbagai mata pelajaran. Pelatihan guru terus berlangsung dan setiap guru disediakan notebook untuk memperlancar pekerjaan. Di Korea Selatan, sejak April 2001 seluruh sekolah telah tersambung internet dengan akses bebas sampai tahun 2005! Lebih jauh lagi, perbandingan antara komputer:siswa tinggi yaitu rata-rata 10 siswa per satu komputer untuk tingkat sekolah Dasar; 7 siswa per satu komputer di sekolah menengah dan 5 siswa untuk satu komputer pada tingkat atas. Semua kelas sepenuhnya dilengkapi dengan multimedia. TIK diintegrasikan ke dalam kurikulum dengan persentase penggunaan TIK untuk seluruh mata pelajaran adalah 10-20% dan ini akan meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Pelatihan terhadap guru berlangsung terus menerus dan 33% guru dilatih setiap tahun serta diberikan sertifikat.

Dukungan kebijakan


Majunya integrasi TIK dalam bidang pendidikan suatu negara tak lepas dari dukungan kebijakan alias harus ada ”e-Leadership” yang kuat dan kontinyu mulai dari orang nomor satu di negara tersebut sampai pejabat atau pimpinan dibawahnya. Ternyata, salah satu kunci utamanya adalah ”e-Leadership” dari orang nomor 1 di negara tersebut. Sebagai contoh adalah Malaysia, dengan super-cyber-coridor yang dicanangkan PM Mahattir Mohammad, telah menempatkan Malaysia pada posisi e-learning readiness peringkat 8 di Asia-Pasifik dan peringkat 35 di dunia pada tahun 2005 dimana Indonesia menempati posisi 60. Begitu pula halnya dengan Korea Selatan, dalam pidato kenegaraan menyongsong tahun baru 2000 (millenium), Presiden Korea menyatakan dengan tegas ungkapan sebagai berikut:


“… I will have the Master Plan for ICT Use in Education completed by the end of this year, two years in advance. I will make our children build their ICT skills in this knowledge and information society…”


Janjinya terpenuhi. Akhir tahun 2000 Korea telah memiliki Master Plan TIK untuk Pendidikan. Tentu saja bukan hanya sekedar dokumen semata. Tapi benar-benar diimplementasikan. Bahkan lebih hebat lagi, dalam buku putih berjudul “Adapting ICT into Education”, struktur organisasi kementerian pendidikan Korea Selatan berubah total karena masuknya unsur TIK dalam pendidikan.


Lalu bagaimana dengan Indonesia? Dukungan kebijakan dalam program TIK Nasional dimulai dari adanya Jaringan dan Sistem Informasi Nusantara 21; Keppres No 50 tahun 2000 yang memuat Pembentukan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI); Inpres No 6 Tahun 2001 yang mencanangkan pengenalan teknologi telematika dan aplikasinya dimulai sedini mungkin, tanpa diskriminasi dan harus dilakukan di semua tingkat dan macam pendidikan sehingga telematika menjadi bagian penting dari sistem pendidikan. Lima tahun kemudian diluncurkannya Keppres No. 20 tahun 2006 tentang pembentukan Dewan TIK Nasional (DetikNas), diketuai Presiden RI yang salah satu programnya adalah kegiatan lintas instansi Roadmap TIK detiknas 2006-2009. Sementara Kepmendiknas No 50/P/2007 memuat milestone aplikasi TIK dalam Renstra 2005-2009. Upaya memfasilitasi sarana prasarana TIK di sekolah pun sudah dilakukan dengan dikeluarkannya Kepmen Kominfo No 17/Kep/M. KOMINFO/4/2003. Realisasi kebijakan dalam bentuk berbagai kegiatan yang mendukung gerak TIK dalam dunia pendidikan antara lain adanya WAN (Wide Area Network) Kota tentang program pengembangan pembelajaran melalui TIK serta penghubung antar lembaga pelatihan dengan sekolah-sekolah yang ada di perkotaan dengan Dikmenjur. Sementara Jardiknas berupa lembaga yang memfasilitasi pemanfaatan TIK dalam berbagai kegiatan pendidikan. Jardiknas sendiri terdiri dari 4 zona jaringan yaitu Kantor Dinas, Perguruan Tinggi, Sekolah maupun Guru dan Siswa. Adanya web pembelajaran yang dikembangkan oleh Pustekkom yaitu E-dukasi.net dapat diakses seluruh siswa maupun guru, merupakan wahana berbagai jenis bahan belajar, wahana komunikasi, informasi dan kolaborasi antar sekolahStudy Manfaat Penerapan TIK dalam proses Pembelajaran
Dukungan kebijakan dari pemerintah terhadap pelaksanaan proses integrasi TIK dalam dunia pendidikan merupakan hal utama yang akan membawa pengaruh besar terhadap perubahan academic atmosphere oleh karena implementasi pembelajaran yang memanfaatkan TIK tersebut. Suatu study yang dilakukan oleh Berlin's Humboldt University dengan bantuan dari Ministry of Education Research and Deutsche Telekom baru-baru ini menyatakan bahwa penggunaan laptop dalam ruangan kelas, terbukti membantu siswa mempelajari segala sesuatu secara mandiri.


Di Jerman, suatu proyek yang disebut 1000 kali 1000: Notebooks in Backpacks, German state of Lower Saxony memberi laptop kepada sekolah-sekolah guna pembelajaran dalam kelas. Siswa yang menggunakan laptop, memiliki banyak kelebihan antara lain belajar lebih mandiri, sementara di Jerman banyak dimanfaatkan dalam mata pelajaran bahasa. Hal ini akan lebih mudah membantu siswa bagaimana mengedit teks yang ternyata hasilnya jauh lebih cepat dan mudah termasuk mengubah paragraf. Pelajar di sekolah bahasa pun merasakan manfaat yang besar sehingga keterampilan membaca meningkat. Keuntungan lain adalah siswa lebih tertarik dan lebih termotivasi. Aplikasi lainnya adalah dengan adanya wireless connections yang terintegrasi dalam kelas dan disambungkan ke laptop akan menambah kualitas pembelajaran.

Hikmah Apa yang Dipetik?


Mengetahui manfaat TIK pada outcome pendidikan serta membandingkan penerapan TIK dalam dunia pendidikan pada negara maju yang sudah sangat jauh itu, seharusnya merupakan tantangan tersendiri bagi negara kita untuk terus berusaha mencapai level penerapan TIK yang lebih memadai. Hal ini akan menjadikan negara kita menjadi negara yang maju karena menyadari betul urgensi TIK sebagai ”enabler” untuk proses pendidikan yang akan menjadikan warganya sebagai masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society). Suatu syarat atau kebutuhan hidup di era global saat ini dan yang akan datang. Mari ambil bagian…..!!
Referensi
http//
www.unescobkk.org/education/ict

http//www.apple.com/education/research

http//www.ICT portal for teachers.htm

Satu Komentar

  1. OK...boleh-boleh aja...bisa kasih tahu?

- Copyright © 2015 Elizabeth's Blog - Powered by Blogger - Template by Djogz -