Posted by : ELIZABETH T Kamis, 04 Juni 2015

PENGALAMANKU TINGGAL DI JEPANG: MOUNT FUJI

Srikandi Indonesia di Station 5-Mount Fuji Japan


diceritakan oleh:
Elizabeth Tjahjadarmawan, S.Si, M.Pd
Guru SMA Xaverius 1 Jambi
Peserta Program Benchmarking Education Korea Selatan-Jepang 16-23 Mei 2015
P2TK Dikmen - Kemendikbud




            Jepang adalah negara yang hampir mirip dengan Indonesia.  Banyak gunung berapi, laut, dan kepulauan.  Mempunyai sejarah besar di tahun 1945, saat Indonesia merdeka sebaliknya Jepang baru saja hancur lebur karena bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Namun, setelah 70 tahun kemudian, faktanya kita masih harus banyak belajar dari Jepang.  Hal pokok apa yang kita butuhkan agar bisa menjadi negara semaju Jepang? Jawabannya tidak lain adalah karakter.  Sejenak ijinkan saya bercerita pengalaman singkat tentang hal ini.
            Saya bersama 15 orang yang terdiri dari profesi guru, kepala sekolah, dan pengawas berprestasi tingkat nasional tahun 2013 dan 2014, mendapat kesempatan mengikuti program Benchmarking Education ke negara Korea Selatan dan Jepang dari tanggal 16-23 Mei 2015.  Kegiatan ini diadakan oleh P2TK Dikmen Kemendikbud.  Hari ke-7 kunjungan kami ke Jepang, saya dan rombongan pergi mengunjungi Mount Fuji. Bus membawa rombongan kami dari Fujinobo Kaen Hotel tiba di station 5, Mount Fuji.  Kata orang, jika belum mengunjungi Gunung Fuji maka belum mengunjungi Jepang.  Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, kami bisa tiba di sini.  Keadaan cuaca saat itu sedang musim panas sehingga suhu udara tidak terlalu dingin.  Setelah turun dari bus, tour leader memberi instruksi kepada kami untuk memasuki suatu toko tempat kami bisa membeli barang-barang souvenir dan makanan khas setempat seperti green tea, kue, dan aneka coklat.  Sejenak saya berbelanja ala kadarnya.  Maksudnya menghabiskan koin mata uang Yen karena dua hari kemudian saya harus pulang ke Indonesia.  Saat saya hendak membayar di kasir, saya sedikit bingung karena ternyata koin uang Yen tercampur dengan koin uang Won (Korea Selatan). Saya benar-benar kurang bisa membedakan keduanya, apalagi tour leader sudah memberi isyarat agar kami segera meninggalkan toko untuk berfoto bersama.  Hanya tinggal saya yang masih berada di dalam toko.  Dengan sedikit pasrah, saya hanya bisa menunjukkan koin sisa uang yang ada pada petugas kasir, seorang Bapak tua yang baik hati.  Di luar dugaan saya, Bapak kasir segera memisahkan koin uang Yen dan uang Won.  Uang Yen dihitung dan dimasukkan ke dalam plastik bening lalu ditulis bagian luar plastik itu dengan jumlah koin yang sebenarnya.  Kemudian Bapak kasir mengelem plastik yang berisi koin uang Yen tersebut lalu memberikannya kepada saya.  Saya begitu terharu atas kebaikan Bapak kasir.  Hal yang sederhana seperti ini belum pernah saya jumpai di mana pun.  Saya baru menjumpainya di sini, Jepang.  Saya jadi teringat ketika pendidikan karakter ditanam sejak usia dini baik di rumah dan di sekolah maka nilai-nilainya akan tercermin pada perilaku masyarakatnya.  

 Ini area Station 5 Mount Fuji Tempat saya berbelanja

 Ini toko Souvenir tempat saya berbelanja

            Hal yang serupa saya alami juga keesokan harinya, ketika saya tiba di Tokyo Dome Hotel.  Saya berusaha mencari tahu password wifi hotel.  Saat itu saya mendatangi petugas hotel sambil menjinjing tas yang cukup berat.  Ketika saya bertanya password wifi hotel kepada petugas hotel yang ramah maka di luar dugaan saya, beliau malah  membawakan kopor saya dan mengantarkan saya untuk mendapatkan papan bertuliskan nomor wifi hotel. Saya tak pernah menyangka kopor saya dibawakannya mungkin karena merasa kasihan melihat saya menjinjing tas yang berat.  Kepedulian. Saya belum pernah menjumpai hal yang demikian di tempat umum seperti ini.  Baru kali ini, di Jepang.  Sekali lagi, ketika kita berperilaku santun kepada orang lain maka kita sedang memberitahu nilai moral, etika, atau karakter yang kita miliki kepada orang lain.  

 Di Tokyo Dome Hotel-Depan resepsionis
(23 Mei 2015)














Tokyo Dome Hotel (23 Mei 2015)


            Dua kejadian sederhana yang baru saja saya alami sendiri membuat saya ingin belajar banyak tentang bagaimana nilai-nilai karakter dipelajari masyarakat Jepang dan saya pikir tentu sejak usia dini baik di rumah dan sekolah.  Saya hanyalah pengunjung yang tinggal sesaat saja di Jepang namun saya bisa memetik pelajaran berharga tentang karakter di sini.  Ketika mengunjungi beberapa sekolah di Jepang, nilai karakter kemandirian, kebersihan, kedisiplinan, budaya antri, kebersamaan, dan kepedulian jelas terlihat.   Hampir semua sekolah di Jepang yang saya kunjungi tidak mempunyai pelayan sekolah atau office boy namun sekolah tetap bersih dan rapi. Ternyata tanggung jawab menjaga kebersihan kelas dan toilet dilakukan bersama-sama oleh siswa dan guru mereka.  Budaya antri ketika masuk dan keluar ruang juga tertib dilaksanakan.  Hal ini mengajar sikap saling menghargai orang lain.  Sikap kemandirian juga diajar di sekolah.  Siswa-siswi di Jepang belajar melayani orang lain dan bukan dilayani. Ketika makan siang bersama mereka membawakan makanan untuk guru atau teman-temannya dan membersihkan bekas makan siangnya sendiri.  Satu lagi tentang budaya membuang sampah.  Saya jarang melihat tempat sampah baik di sekolah maupun di tempat-tempat umum.  Kesadaran membuang sampah dan menjaga kebersihan lingkungan jelas terlihat. Mereka menyimpan sampah di dalam tas mereka dan membuangnya di rumah masing-masing.  Walau sekilas saya belajar tentang nilai-nilai karakter penduduk di Jepang membuat saya bersyukur bisa mengunjungi negara ini.  Saya ingin menerapkannya di tanah air saya, Indonesia.  Kepada anak-anak didik saya, generasi muda Indonesia tercinta, ayo belajarlah hal-hal yang baik dari negara Jepang!


- Copyright © 2015 Elizabeth's Blog - Powered by Blogger - Template by Djogz -